Kamis, 04 September 2014

ISTILAH-ISTILAH ILMU SHOROF

A. ISTILAH-ISTILAH ILMU SHOROF
a. Shorof : ilmu usul (kaidah-kaidah) untuk mengetahui bentuk-bentuk kalimat bahasa arab (Sighat, Bina, Waqi’, dll) tanpa memandang kalimat tersebut mabni atau mu’rob. Seperti bentuk Tatsniyah, Jama’, Tasghir, Nasab dan I’lal. Bisa masuk dalam kalimat Isim Mutamakkin dan kalimat Fi’il tidak dalam kalimat huruf.([1])
b. Tasrif : perpindahan satu bentuk kebentuk yang lain untuk menghasilkan makna yang diinginkan. Seperti perpindahan bentuk Masdar kebentuk Fi’il Madhi, Fi’il Mudhori’, Fi’il Amr, Isim Fa’il, Isim Maf’ul, dan lain-lain.
c. Wazan : sesuatu (lafadz) yang di jadikan perbandingan, yang berharakat dengan huruf yang berharakat, yang sukun dengan yang sukun serta memandang huruf asal dari fa’, ‘ain dan lam fi’il. Kemudian ulam ahli shorof membuat suatu tolok ukur dalam fi’il Tsulatsi dengan lafadz فعل dan dalam Fi’il Ruba’i dengan lafadz فعلل . sehingga setiap lafadz yang tempatnya sejajar dengan huruf fa’disebut fa’ fi’il, yang tempatnya sejajar dengan huruf ‘ain disebut ‘ain fi’il dan yang sejajar dengan huruf lam disebut lam fi’il. Dan dalam fi’ilruba’I huruf yang sejajar dengan huruf lam yang kedua disebut lam fi’il yang kedua.
d. Muthobaqoh : lafadz yang disebutkan dalam kitab Amtsilah Tasrifiyah yang disesuaikan terhadap lafadz yang ditanyakan wazan, bina’, bab dan sighatnya.contoh seperti lafadz فعل namanya wazan, lafadz ضرب namanya mauzun (muthobaqoh) dan lafadz جلس yang disesuaikan dengan lafadz ضرب yang disebutkan dalam kitab Amtislah Tasrifiyah.
e. Bina’ : bentuk kalimat yang ditinjau dari segi huruf, harakat dan sukunnya. Adapun bagian-bagiannya silahkan dirujuk dalam kitab Qowa’idul I’lal.
f. Sighat : bentuk kalimat ditinjau dari segi maknanya, dan jumlahnya ada sepuluh macam:
1. Fi’il Madhi : lafadz yang menunjukan arti (dalam asal cetaknya) hasilnya(selesainya) suatu pekerjaan sebelum di kabarkan, seperti contoh kalimat : قرأ زيد الكتاب artinya pekerjaan membaca kitab telah selesai sebelum kalimat tersebut diucapkan. Adapun yang dimaksud dalam asal cetaknya yaitu; membuat lafadz tersebut sebagai suatu yang kongkrit dari suatu makna (abstrak).
2. Fi’il Mudhori’ : lafadz yang menunjukan arti (dalam asal cetaknya) hasilnya (selesainya) suatu pekerjaan ketika di kabarkan atau setelahnya, seperti contoh kalimat : يتعلّم زيد الآن artinya pekerjaan belajar sedang dilakukan, dan kalimat : يعلّم زيد غدا artinya pekerjaan mengjar akan dilakukan besok.
3. Masdar : lafadz yang menunjukan arti hadats tanpa disertai dengan zaman, dan ada dua macam; masdar mim yaitu masdar yang diawali dengan huruf mim ziyadah (tambahan) selain wazan مفاعلة ,seperti lafadz منصرا dan berbentuk qiyasi. Dan masdar ghoiru mim yaitu masdar yang tidak diawali dengan huruf min ziyadah, seperti lafadz نصرا dan berbentuk sima’I tidak ada kaidahnya kalau dari fi’il tsulatsi. Adapun yang dimaksud dengan arti hadats yaitu arti yang menetap pada yang lain.
4. Isim Fa’il : lafadz yang menunjukan arti subjek suatu pekerjaan, seperti lafadz كاتب artinya yang melakukan pekerjaan.
5. Isim Maf’ul : lafadz yang menunjukan arti objek suatu pekerjaan, seperti lafadz مكتوب artinya yang tertulis.
6. Fi’il Amr : lafadz yang menunjukan arti tuntutan melakukan pekerjaan, sepertilafadz اقرأ بسم ربك artinya tututan membaca dengan menyebut nama tuhanmu.
7. Fi’il Nahi : lafadz yang menunjukan arti tuntutan meninggalkan pekerjaan, seperti lafadz لا تنم artinya tuntutan untuk tidak tidur.
8. Isim Zaman : lafad yang menunjukan arti waktu hasilnya pekerjaan, seperti lafadz مرمى artinya waktu melakukan pelemparan.
9. Isim Makan : lafad yang menunjukan arti tempat hasilnya pekerjaan, seperti lafadz مرمى artinya tempat melakukan pelemparan.
10. Isim Alat : lafadz yang menunjukan arti perangkat (alat) suatu pekerjaan, seperti lafadz مفتاح artinya perangkat (alat) pembuka.
g. Asal-usul kalimat : dalam masalah ini terjadi perbedaan pendapat antara ulama Bashrah dan Kufa.
Menurut ulama Bashrah : asal-usul kalimat dari masdar, karena masdar adalah kalimat isim, dan kalimat isim tidak membutuhkan kalimat fi’il untuk memberikan faidah arti, serta kefahaman dari kalimat isim cuma satu berbeda dengan kalimat fi’il yang kefahamannya berbilang (lebih dari satu) karena memiliki arti hadats dan disertai zaman. Oleh karena itu yang satu lebih dulu daripada yang berbilang.
Menurut ulama Kufa : asal-usul kalimat dari fi’il, karena ada atau tidak adanya I’lalnya fi’il menentukan ter-i’lalnya masdar.contoh adanya I’lal dalam fi’il yang menentukan teri’lalnya masdar seperti lafadz وعد يعد عدة lafadz وعد dalam fi’il mudhori’nya di I’lal dengan membuang huruf illat sehingga dalam masdarnyapun juga dii’lal. Conto tidak adanya I’lal dalamfi’il yang menentukan masdar tidak di I’lal, seperti lafadz وجل يوجل وجلا lafadz وجل dalam fi’il mudhori’nya tidak di I’lal sehingga dalam masdarnyapun juga tidak di I’lal. Peredaran tersebut menunjukan atas ke-asalannya kalimat fi’il.


[1] Adapun peletak pertama kali ilmu shorof dalam penysunan keilmuan yang tersendiri ialah ; al imam Abu Muslim al Hiro’.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar