Bab Laa Nafi Jenis
لاَ الَّتِي لِنَفِيْ الْجِنْسِ
BAB “LAA” YANG MENIADAKAN ISIM JENIS (LAA LI NAFYIL-JINSI)
عَمَلَ إِنَّ اجْعَلْ لِلا فِي نَكِرَهْ مُفْرَدَةً جَاءتْكَ أَوْ مُكَرَّرَهْ
Jadikanlah seperti amal INNA (menashabkan isimnya dan merofa’kan khobarnya) untuk LAA yg beramal pada isim nakirah, baik LAA itu datang kepadamu secara Mufrod (satu kali) atau secara Mukarror (berulang-ulang).KETERANGAN BAIT KE 1:
“LAA LI NAFYIL JINSI” termasuk bagian dari huruf-huruf nawasikh yg masuk pada mubtada’-khobar dan merusak I’robnya, beramal seperti INNA (menashabkan isimnya dan merofa’kan khobarnya). Baik diucapkan dengan satu kali (Mufrod), contoh : “LAA ROJULA” FID-DAARI. Atau diucapkan dengan berulang-ulang (Takrir), contoh: “LAA ROJULA” WA “LAA IMRO’ATA” FID-DAARI. Secara khusus berfungsi meniadakan jenis secara keseluruhan, ini membedakan dengan “LAA LI NAFYIL WAHID” yg beramal seperti LAISA (merofa’kan isimnya dan menashabkan khobarnya).
Syarat pengamalan “LAA LI NAFYIL JINSI” adalah :
1. isim dan khobarnya harus nakiroh.
2. tidak boleh ada fashl/pemisah antara “LAA LI NAFYIL JINSI” dan ISIMnya.
3. tidak boleh ada huruf jar masuk pada “LAA LI NAFYIL JINSI”.
فَانْصِبْ بِهَا مُضَافَاً أَوْ مُضَارِعَهْ وَبَعْدَ ذَاكَ الْخَبَرَ اذْكُرْ رَافِعَهْ
Nashabkanlah olehmu sebab “LAA” terhadap isimnya yg Mudhaf atau yg menyerupai Mudhaf . setelah itu sebutkanlah khobarnya dengan merofa’kannya.وَرَكّبِ الْمُفْرَدَ فَاتِحَاً كَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ وَالْثَّانِ اجْعَلاَ
Tarkibkanlah olehmu (menjadikan satu tarkib antara LAA dan Isimnya) terhadap isimnya yg mufradah (bukan mudhaf/syabihul-mudhaf) dengan menfat-hahkannya (menghukumi mabni fathah karena satu tarkib dengan LAA). Seperti: “LAA-HAULA” wa “LAA-QUWWATA”,Dan terhadap lafazh yg kedua (dari contoh LAA yg diulang-ulang: (1) “LAA-HAULA” wa (2) “LAA-QUWWATA”) boleh kamu jadikan ia.. (lanjut ke bait 4)
مَرْفُوْعَاً أوْ مَنْصُوباً أوْ مُرَكَّباً وَإِنْ رَفَعْتَ أَوَّلاً لاَ تَنْصِبَا
..dirofa’kan atau dinashabkan atau ditarkib, jika kamu mefofa’kan lafazh yg pertama, maka janganlah kamu menashabka lafazh yg kedua.KETERANGAN BAIT 2-3-4:
Ada tiga poin yg menyangkut tentang isimnya “LAA LI NAFYIL JINSI”:
1. berupa Mudhaf (tersusun dari susunan idhafah, mudhaf dan mudahf ilaih)
2. berupa Syabihul-Mudhaf (tersusun dengan kalimah lain baik makmulnya/ta’alluqnya/ma’thufnya dll)
3. berupa Mufradah (bukan mudhaf/syabihul-mudhaf, baik isim mufrod, mutsanna, atau jamak)
> Poin yg no 1 dan 2, dihukumi nashab dengan tanda nashabnya secara zhahir, dinashabkan oleh “LAA LI NAFYIL JINSI” yg beramal seperti INNA Cs.
> Poin yg no 3 dihukumi mabni atas tanda I’rab nashabnya, menempati mahal nashab, dinashabkan oleh “LAA LI NAFYIL JINSI” yg beramal seperti INNA Cs . Dihukumi mabni karena dijadikan satu tarkib antara “LAA LI NAFYIL JINSI” dan Isimnya.
Apabila setelah “LAA LI NAFYIL JINSI” dan ISIMNYA terdapat isim ma’thuf yg berupa isim nakirah dan mufrodah, maka hal seperti ini kadangkala LAA tidak diulang dan kadangkala penyebutan LAA diulang pada isim ma’thufnya, contoh لا حول ولا قوة إلا بالله (LAA HAWLA WA LAA QUWWATA)
Apabila terdapat ma’thuf dan LAA diulang-ulang seperti itu, maka mencakup tiga bacaan:
BACAAN KE SATU : lafazh yg pertama (ma’thuf alaih) dibaca mabni (apabila mufrodah), maka lafazh yg kedua (ma’thuf) boleh dibaca 3 jalan:
1. MABNI, LAA yg kedua juga beramal spt INNA, athaf secara jumlah. Contoh:
laa hawla wa LAA QUWWATA
2. NASHAB, Athaf kepada mahal nashab isim LAA, dan LAA yg kedua tidak beramal dihukumi zaidah sebagai taukid nafi. Contoh:
laa hawla wa LAA QUWWATAN
3. ROFA’, athaf kepada mubtada’ karena “TARKIB LAA DAN ISIMNYA” posisinya sebagai mubtada’, LAA yg kedua tidak beramal dihukumi zaidah sebagai taukid nafi. Atau LAA yg kedua beramal seperti LAISA (merofa’kan isimnya) yg mempunyai faidah sebagai nafi jenis. Atau lafazh yg kedua itu sendiri sebagai Mubtada’ dan LAA yg kedua tidak beramal. Contoh:
laa hawla wa LAA QUWWATUN
BACAAN KE DUA: Lafazh yg pertama (ma’thuf ‘alaih) dibaca nashab (apabila mudhaf atau yg menyerupai mudhaf), maka lafazh yg kedua (ma’thuf) juga boleh dibaca 3 jalan sebagaimana hukum BACAAN KE SATU diatas, yaitu : MABNI, NASHAB dan ROFA’ (untuk rofa’ tidak boleh untuk alasan athaf kepada mubtada’ sebab isimnya berupa mudhaf/syabih mudhaf).
BACAAN KE TIGA: Lafazh yg pertama (ma’thuf ‘alaih) dibaca Rofa’ (apabila LAA diamalkan seperti LAISA atau karena ada illah yg membuat LAA menjadi Muhmal), maka lafazh yg kedua (ma’thuf) boleh dibaca 2 jalan: 1. MABNI, karena mufrodah. 2. ROFA’, karena athaf pada isim marfu’, atau karena menjadi mubtada dan LAA dihukumi Zaidah, atau sebagai isimnya LAA yg juga diamalkan seperti LAISA.
Untuk BACAAN KE TIGA ini tidak boleh lafazh yg kedua (ma’thuf) dibaca Nashab sebab status LAA pertama disini bukan sebagai Amil nashab, oleh karenanya dalam bait disebutkan “WA IN ROFA’TA AWWALAN LAA TANSHIBAA” (jika kamu mefofa’kan lafazh yg pertama, maka janganlah kamu menashabka lafazh yg kedua).
وَمُفْرَدَاً نَعْتَاً لِمَبْنِيّ يَلِي فَافْتَحْ أَوِ انْصِبَنْ أَوِ ارْفَعْ تَعْدِلِ
Terhadap mufrod (bukan mudhaf/shibhul mudhaf) yang na’at secara langsung (tanpa ada pemisah) pada isim LAA yg mabni maka fathahkanlah atau nashabkanlah atau rofa’kanlah demikian kamu adil.KETERANGAN BAIT KE 5
Apabila ada Isim murfod (bukan mudhaf/shibhul mudhaf) yg na’at pada isimnya LAA nafi jenis yg mabni, dimana na’atnya mengiringi langsung tanpa pemisah, maka boleh Na’at tsb dibaca tiga wajah:
1. MABNI FATHAH, karena dijadikan satu tarkib berikut berbarengan dengan isimnya LAA. Contoh:
LAA ROJULA ZHORIIFA
2. NASHAB, karena melihat pada mahal nashab isimnya LAA, contoh:
LAA ROJULA ZHORIIFAN
3. ROFA’, karena melihat pada mahal rofa tarkib LAA + ISIMnya yg menempati posisi sebagai mubtada. Contoh:
LAA+ROJULA ZHORIIFUN
وَغَيْرَ مَا يَلِي وَغَيْرَ الْمُفْرَدِ لاَ تَبْنِ وَانْصِبْهُ أَوِ الْرَّفْعَ اقْصِدِ
Na’at yg tidak mengiringi langsung (ada pemisah) dan na’at yg tidak mufrad (mudhaf/syabih mudhaf) janganlah kamu memabnikannya, tapi nashabkanlah atau kehendakilah dengan merofa’kannya.KETERANGAN BAIT KE 6
Isim yg NA’AT pada isimnya LAA NAFI JINSI yg dimabnikan, boleh dibaca 3 wajah (MABNI, NASHAB, ROFA’) demikian ini apabila NA’AT dan ISIM LAA sama-sama mufrodah dan tidak ada pemisah (lihat bait ke 5)
Kemudian, apabila ada pemisah antara NA’AT dan ISIM LAA yg mabni, atau tidak ada pemisah tapi NA’ATnya tidak mufrodah maka boleh dibaca 2 wajah (NASHAB dan ROFA’) dan tidak boleh MABNI. Contoh:
1. LAA ROJULA FIIHAA ZHARIIFAN/ZHARIIFUN (terdapat fashl)
2. LAA ROJULA SHAAHIBA BIRRIN/SHAAHIBU BIRRIN (tdk terdapat fashl tapi na’at tidak mufrodah)
وَالْعَطْفُ إِنْ لَمْ تَتَكَرَّرْ لاَ احْكُمَا لَهُ بِمَا لِلْنَّعْتِ ذِي الْفَصْلِ انْتَمَى
Adapun ‘Athaf, jika LAA tidak diulang-ulang maka hukumilah ma’thufnya dengan hukum yg dinisbatkan pada Na’at yg Fashl (boleh nashab dan rofa’ tidak boleh mabni, lihat bait ke 6).KETERANGAN BAIT KE 7
Pada bait dahulu dijelaskan (bait ke2-3-4) bahwa apabila setelah isim laa ada isim ma’thuf yg nakirah dan mufrodah, maka penyebutan LAA kadang diulang-ulang kadang tidak.
Nah dalam bait ke 7 ini menerangkan tentang hokum ma’thuf pada isim LAA yg mana LAA tidak diulang-ulang.:
Boleh Ma’thuf disini dihukumi dengan bacaan sebagaimana yg terjadi pada hukum isim yg Na’at pada isim LAA yg terdapat Fashl/pemisah (lihat bait ke 6) yaitu NASHAB dan ROFA, tidak boleh MABNI. Salahsatu contoh:
LAA MUDARRISA WA THOOLIBUN/THOOLIBAN FIL MADROSATI
(rofa = athaf pada mahal rofa tarkib LAA+ISIMNYA sebagai mubtada’| nashab = athaf pada mahal nashab isim LAA)
وَأَعْطِ لاَ مَعْ هَمْزَةِ اسْتِفْهَامِ مَا تَسْتَحِقُّ دُوْنَ الاسْتِفْهَامِ
Beikanlah pada LAA NAFI JINSI yg menyertai HAMZAH ISTIFHAM, dengan hukum yg menhakinya ketika tanpa adanya HAMAZAH ISTIFHAM.KETERANGAN BAIT KE 8
HAMZAH ISTIFHAM yg masuk pada LAA NFYIL JINSI (A LAA) maka hukumnya berlaku sama sebagaimana ketika belum dimasuki HAMZAH ISTIFHAM seperti hukum Isimnya, khobarnya, Na’at, Ma’thuf, Muhmal ketida LAA diulang-ulang dan sebagainya (lihat bait-bait sebelumnya).
Fungsi utama HAMZAH ISTIFHAM (A) disini adalah: mempertanyakan Nafi, yakni sumber khabar nafi tsb benar atau tidak?. Contoh:
A LAA TAAJIRO SHOODIQUN?
Apakah tidak ada pedagang itu jujur?
Atau HAMZAH ISTIFHAM difungsikan sebagai taubikh (teguran) contoh:
A LAA IHSAANA MINKA WA ANTA GHINIYYUN?
Apakah tidak ada kemurahan darimu sedang kamu adalah orang kaya?
وَشَاعَ فِي ذَا الْبَابِ إِسْقَاطُ الْخَبَرْ إِذَا الْمُرَادُ مَعْ سُقُوْطِهِ ظَهَرْ
Mayoritas penggunaan LAA NAFI JENIS dalam bab ini membuang KHOBAR, bilamamana pengertian yg menyertai pembuangan khobar tsb sudah jelas.KETERANGAN BAIT KE 9
Apabila ada dalil tentang khobar dari LAA NAFI JENIS maka khobarnya cukup dibuang, pembuangan khobar dalah hal ini mayoritas digunakan. Baik dalil tersebut berupa Maqol (perkataan) contoh orang berkata “HAL MIN ROJULIN HAADHIRIN?” maka cukup dijawab “LAA ROJULA”. (TIDAK SORANG PUN = membuang khobar MUJUUDUN = ADA). Atau dalil tsb berupa hal keadaan contoh seseorang berkata pada orang yg keadaan sakit: “LAA BA’SA” (TIDAK APA-APA, membuang khobar ‘ALAIKA = BUAT MU) .
KESIMPULAN:
Mayoritas penggunaan khobar LAA NAFI JINSI adalah dibuang, demikian ini karena maksud/pengertian dari khobar yg terbuang tsb sudah jelas, dan kejelasan suatu khobar takkan terjadi kecuali adanya dalil.
MACAM-MACAM 'LAA' لا
Macam-macamnya:
1. ناهية (laa naahi)
2. عاطفة (laa 'athof)
3. نافية (laa naafi)
4. نافية عاملة عمل ليس (Naafi yang beramal seperti laisa)
5. نافية للجنس (menafikan jins)
6. حرف جواب (harf jawab)
Penjabaran:
1. laa an naahiyah
== Adalah harf tholabi yang menjazmkan fi'il mudhori'
penyebutan:
a. Li an-Nahy: ketika permintaan dilakukan oleh orang yang derajatnya lebih tinggi ke yang lebih rendah
contoh:
لا تُشْركْ بالله ( لقمان 13 )
jangalan engkau mempersekutukan Alloh
ini adalah perkatan luqman kepada anaknya
b. li ad du'a (doa)
Permintaan dilakukan oleh orang yang derajatnya lebih rendah ke yang lebih tinggi
رَبَّنا لا تؤاخذْنا (البقرة 286 )
wahai Tuhanku, janganlah Engkau hukum aku ..
c. li al iltimas
jika derajat peminta dan yang diminta adalah sejajar atau sama
contoh ucapmu kepada temanmu
لا ترافق الاشرار
janganlah kau gauli orang yang jahat
Laa an Naahiyah ini menjazmkan fi'il mudhori dengan dua syarat:
1. Keduanya tidak di pisahkan sesuatu kecuali sibh jumlah
2. Laa tidak didahului adat syarat (Jika didahului adat syarat maka statusnya adalah sbg Laa nafii yang tidak menjazmkan)
----
Karakteristik
--------
# dibolehkan membuang fi'il mudhori'nya jika ada dalil. misal
كافىءْ طلابَك ما داموا مجتهدين, اي فلا تكافئهم
# wajib membuang fi'il mudhori' yg jatuh setelahnya spt pada contoh:
سكوتا لا كلاما
اي اسكت سكوتا لا تتكلم كلاما
#
Realitanya, fi'il mudhori' yang di jazmkan bina' ma'lumnya menggunakan
ta' atau ya', dan mudhori' dg tanda mutakalim pd bina' majhul:
لا يقْعُدْ أحدكم عن الجهاد
لا أُخرَجْ من وطني إلا جثَّةً
# Adapun fiil mudhori yang diawali tanda mutakalim dg bina' ma'lum, jazmnya jarang.
B. Laa harf 'athaf
= adl huruf yang berfaidah meniadakan hukum pada ma'thuf, setelah tetapnya hukum pada ma'thuf tsb.
ينتصر الحقُّ لا الباطلُ
syarat "Laa" sbg huruf athaf
a. ma'thufnya berupa mufrod (bukan jumlah atau sibh jumlah)
b. di dahului kalam mutsbat (bkn manfi), amar, atau nida'
قاصص الكسولَ لا المجتهد
يا بن الأكارمِ لا ابنَ السفلة
c. tidak ada kecocokan antara ma'thuf dan ma'thu alaih:
contoh yang tdk boleh
اشتريتُ حقلا لا أرضا
aku membei lapangan bukanlah bumi.
tidak boleh karena lapangan jg merupan bumi
d. Laa tidak bersamaan dengan harf athaf yang lain
e. Laa tidak di ulang-ulang
3. Laa an Naafiyah
= masuk pada fi'il madhi dan wajib ada pengulangan
لا أكَل ولا شَرِبَ
= masuk pada fi'il mudhori', boleh di ulang dan boleh juga tanpa di ulang
زيد لا يأكل
زيد لا يأكل ولا يشربُ
Laa: harf yang tidak beramal, tdk mempunyai mahal i'rob dan mabni sukun
4. Laa nafi yang beramal spt Laisa (laa hijaziyyah: karena anggapan beramalnya hanya menurut ahli hijaz)
Kerjanya:
Merafa'kan mubtada' dan menasabkan khobar
syarat kerjanya:
a. Antara Laa dan isimnya tidak ada pemisah (salain dhorof, jar majrur yang menjadi ma'mulnya khobar)
لا عليك أحد معتدياً
laa: harf nafi, mabni sukun, dan beramal spt laisa
'alaika : ('alaa): harf jar yang terkait (ta'alluq) dg mu'tadiyah, (kaf) : dhomir muttasil, mabni fathah,mahal jar
ahadun: isimnya 'Laa', dirafa'kan dg dhommah
mu'tadiyyan: khobarnya 'laa', dinasabkan dengan fathah.
b. Nafinya tidak di rusak oleh " illaa", karena perusakan nafii akan menjadi mustbat
c. laa tidak di ulang. karena menafikan nafi jadi mutsbat
d. setelahnya tidak tambah إنْ
e. isim dan khobarnya adalah nakiroh:
5. Laa untuk menafikan jinis.
=
adl huruf yang masuk pada jumlah ismiyah, beramal seperti "inna",
berfungsi menafikan khobar dari jinis yang jatuh setalahnya secara
sempurna (tidak ihtimal/ adanya kemungkinan2 lain)
لا رجلَ في الدَّارِ
laa rojula fii ad-Daari
maksudnya:
tidak ada seorangpun (entah satu, dua, atau banyak) yang berada di dalam rumah
--- Apa perbedaannya dengan laa yang beramal sperti laisa
لا رجلٌ في الدار
laa rojulun fi ad-Daari
ini boleh dimaksudkan
laisa ahadun min jinsi ar rijaali fi ad-Daari
dan juga boleh dimaksudkan
laisa rojulun waahidun fi ad-Daari
-----
sementara pd laa li nafyi al jinsi, hanya ada makna penafian jinis secara sempurna
*untuk laa model ini, ada bab sendiri, coba cari pembahasannya di documen*
6. laa al jawaabiyyah
= adalah huruf untuk menafikan jawaban, mabni sukun, dan tidak mpnyai mahal dlm i'rob
أقابلتَ المعلمَ ؟ -لا ,, اي . لا, لم أقابلْه
---Tambahan--->>
laa zaidah ﻻ الزائدة الداخلة فى الكلام لمجرد تقويته وتوكيده نحو ما منعك
إذ رأيتهم ضلوا أن ﻻ تتبعنى ما منعك أن ﻻ تسجد ويوضحه الآية الأخرى ما
منعك أن ﻻ تسج
Tentang Pembuangan "laa"
حذف لا النافية وغيرها يطرد ذلك فى جواب القسم اذا كان المنفى مضارعا نحو تالله تفتؤ تذكر يوسف ويقل مع الماضى كقوله :
فان شئت آليت بين المقا * م والركن والحجر الاسود
نسيتك مادام عقلى معى * أمد به أمد السرمد
ويسهله تقدم ﻻ على القسم كقوله :
فلا والله نادى الحى قومى
وسمع بدون القسم كقوله
وقولى اذا ما أطلقوا عن بعيرهم * يلاقونه حتى يؤوب المنخل
وقد قيل به فى يبين الله لكم أن تضلوا أى لئلا وقيل المحذوف مضاف أى كراهة أن تضلو
bacaan: al mu'jam al mufassol fi al lughot wa al adab & mugni labib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar