اَلْمَصْدَرُ
هُوَ الدَّالُ عَلَى الْحَدَثِ مُجَرَداً عَنِ الزَّمَانِ مُتَضَمَناً اَحْرُفَ
فِعْلِهِ
Artinya: “Masdar yaitu lafadz yang menunjukkan makna hadats tanpa disertai
zaman yang memuat semua huruf fi’ilnya.”
Sedangkan yang dimaksud hadatz ialah:
الْمَعْنَى الْقَائِمُ بِالْغَيْرِ, yaitu sesuatu
yang melekat pada perkara lain, bisa pekerjaan atau yang lain.
B. Pembagian masdar
وَمَصْدَرٌ أَتَى عَلَى ضَرْبَيْنِ * مِيْمِى وَغَيْرِهِ عَلَى قِسْمَيْنِ
مِنْ ذِى الثَّلاَثِ فَالْزَمِ الَّذِى سُمِعْ * وَمَا عَدَاهُ فَالْقِيَاسَ
تَتَّبِعْ
Artinya: “Masdar itu terbagi menjadi dua, pertama masdar mim dan kedua
masdar ghoiru mim dan masdar ghoiru mim dibagi menjadi dua lagi.”
1. Masdar mim
اَلْمَصْدَرُ
الْمِيْمِ هُوَ مَا كَانَ فِي اَوَلِهِ مِيْمُ زَائِدَةٍ
Artinya: “Masdar mim ialah lafadz (masdar) yang pada permulaannya terdapat
huruf mim tambahan (selain mim yang ada pada lafadz yang mengikuti wazan مَفَاعَلَةً).”
مِيْمِى
الثُّلاَثِى اِنْ يَكُنْ مِنْ اَجْوَفِ * صَحِيْحٍ اَوْ مَهْمُوْزٍ اَوْ مُضَعَّفِ
اَتَى كَمَفْعَلٍ
بِفَتْحَتَيْنِ * وَشَذَّ مِنْهُ
مَا بِكَسْرِ الْعَيْنِ
Artinya: “kemudian masdzr mim ini memiliki wazan Qiyasy, yaitu: jika
berupa fi’il tsulatsi mujarrod yang berbentuk binak shohih, binak ajwaf, binak
mahmuz dan binak mudlo’af, maka wazan masdar mimnya ikut wazan مَفْعَلٌ.”
Contoh: Binak Ajwaf مَقَالٌ،
مَبَاعٌ, Binak Shohih مَنْصَرٌ،
مَدْخَلٌ, Binak Mahmuz مَسَالَةٌ،
مَادَبٌ, Binak Mudlo’af مَمَدٌّ،
مَفَرٌّ
Kecuali berbentuk binak Mitsal wawi (ketika
berbentuk masdar ghoiru mim fa’ fi’ilnya dibuang) maka wazan masdar mimnya ikut
wazan مَفْعِلٌ (dikasroh
‘ain fi’ilnya), seperti: وَرَدَ – مَوْرِدٌ، وَعَدَ - مَوْعِدٌ,
adapun lafadz وَقَى - مَوْقٍى tetap ikut wazan مَفْعِلٌ karena bukan berbentuk binak mitsal
melainkan binak lafif mafruq.
Terkadang masdar mim ikut wazan
مَفْعِلٌ akan tetapi hukumnya syadz
(menyimpang dari kaidah), contoh: مَغْرِبٌ،
مَسْجِدٌ dari asal kata غَرَبَ، سَجَدَ,
seharusnya ikut wazan مَفْعَلٌ dengan dibaca fathah ‘ain fi’ilnya karena berbentuk binak
shohih.
Adapun masdar mim selain fi’il tsulatsi mujarrod maka wazannya
seperti wazan isim maf’ul, contoh:
اِعْتَقَدَ - مُعْتَقِدٌ
2. Masdar ghoiru mim
مَا لاَ يَكُونُ
فِى اَوَلِهِ مِيْمُ زَائِدَةُ
Artinya: “Yaitu masdar yang pada
awalnya tidak terdapat mim tambahan.”
Masdar ghoiru mi mini dibagi menjadi
dua, yaitu:
a. Masdar ghoiru mim dari fi’il tsuatsi
mujarrod
Masdar ini dihukumi masdar sama’I
yaitu masdar yang lafadznya sudah ditentukan oleh orang arab, tidak
disama-samakan dengan wazan atau lafadz lain. Contoh: نَصْراً dari fi’il madzi
نَصَرَ
Masdar ghoiru mim dari fi’il tsulasi
mujarrod kebanyakan dihukumi sama’i, akan tetapi menurut imam kholil dan imam
akhfasy, yaitu: apabila menemukan suatu lafadz yang tidak diketahui bagaimana
orang arab mengucapkan masdarnya lafadz tersebut, maka boleh mengqiyaskan
dengan wazan-wazannya masdar yang ada. Imam farro’, yaitu: boleh mengqiyaskan
masdar dengan wazan-wazannya masdar yang sudah ada walaupun sudah ada wazan
sama’inya.
b. Masdar ghoiru mim dari fi’il goiru
tsuatsi mujarrod (tsulatsi mazid ruba’i, khumasi, sudasi dan fi’il ruba’i)
Masdar ini dihukumi qiyasi, dengan
mengikuti wazan sebagai berikut:
1. Fi’il madzi yang mengikuti wazan
فَعَّلَ (tsulatsi mazid ruba’i) shohih lam
fi’ilnya, maka masdar qiyasinya mengikuti wazan تَفْعِيْلاً,
contoh: فَرَحَ - تَفْرِيْحاً . Jika berbentuk
bina’ mu’tal lam, maka masdar qiyasinya mengikuti wazan تَفْعِيْلَةً,
contoh: زَكَى - تَزْكِيَةً
2. Fi’il madzi yang mengikuti wazan اَفْعَلَ shohih ‘ain fi’ilnya, maka masdar
qiyasinya ikut wazan اِفْعَالاً, contoh: اَكْرَمَ -
اِكْرَاماً . Jika berupa fi’it yang mu’tal ‘ain,
maka masdarnya ikut wazan اِقَالَةً, contoh: اَقَامَ -
اِقَامَةً
3. Fi’il madzi yang ikut wazan فَاعَلَ,
maka masdar qiyasinya ikut wazan فِعَالاً,
contoh: قَاتَلَ - قِتَالاً
4. Fi’il madzi yang ikut wazan , maka
masdar qiyasinya ikut wazan فَعْلَلَةً dan wazan فِعْلاَلاً, contoh: دَخْرَجَ -
دَخْرَجَةً - دِخْرَاجاً
Kemudian jika fi’il tersebut berupa
fi’il khumasi atau sudasi, yang diawali dengan hamzah washol, maka wazan masdar
qiyasinya seperti wazannya fi’il madzi lalu huruf ketiga dibaca kasroh dan
huruf sebelum akhir ditambah alif, seperti contoh: اِسْتَغْفَرَ -
اِسْتِغْفَارَا ، اِجْتَمَعَ - اِجْتِمَاعَا . jika diawali dengan huruf ta’ maka
huruf yang keempat dibaca dlomah, contoh: تَدَخْرَجَ -
تَدَخْرُجاً
Dan fi’il ghoiru tsulatsi yang wazan
masdar ghoiru mimnya tidak mengikuti wazan-wazan diatas maka hukumnya syadz.
Contoh: fi’il madzi yang ikut wazan فَعَلَ masdarnya tidak mengikuti wazan تَفْعِيْلاً seperti: جَرَبَ -
تَجْرِبَةً
C. Macam-macam masdar
1.
Masdar
marroh atau masdar ‘adad
مَصْدَرُ
الْمَرَّةِ هُوَ مَا يَذْكُرُ لِبَيَانِ عَدَدِ الْفِعْلِ
Artinya: “Masdar
marroh ialah kalimah (masdar) yang menjelaskan bilangan sesuatu pekerjaan.”
Maka jika kita menghendaki ma’na marroh, kalau dari fi’il
tsulasi mujarrod maka ikut wazan wazan فَعْلَةً,
contoh: ضَرَبْتُ زَيْداً ضَرْبَةً (Aku memukul zaid dengan sekali pukulan). Kecuali jika
lafadznya ada ta’ ta’nis seperti lafadz رَحْمَةً،
نِعْمَةً, maka kalau ingin menghendaki ma’na marroh, setelah
lafadz tersebut harus menyebutkan lafadz ‘adad (bilangan), contoh: رَحَمْتُهُ
رَحْمَةً وَاحِدَةً. Jika fi’il ghoiru tsulatsi maka lafaz
masdar yang dikehendaki ma’na marroh harusnya ditambah ta’, contoh: اَكْرَمْتُ
زَيْداً اِكْرَامَةً
2. Masdar nau’ atau masdar haiah
مَا يَذْكُرُ
لِبَيَانِ نَوْعِ الْفِعْلِ وَصِفَتِهِ
Artinya: “Masdar nau’ ialah kalimah (masdar) yang untuk
menjelaskan bentuk dan sifat dari suatu pekerjaan.”
Maka jika menghendaki ma’na tersebut, kalau dari fi’il
tsulasi mujarrod, maka ikut wazan فِعْلَةً, contoh: عَاشَ زَيْدٌ
عِيْشَةً حَسَنَةً
(Zaid hidup dengan
kehidupan yang baik). Selanjutnya jika dari fi’il ghoiru tsulasi maka masdarnya
dengan sifat yang masdar nau’ (haiah), contoh:
اَكْرَمْتُ زَيْداً اِكْرَاماً عَظِيْماً (Aku memuliakan
zaid dengan memuliakan yang agung).
Artikel Terkait
- Fi’il Tsulatsy Mujarrad dan ruang lingkupnya
- Fi’il Tsulatsy Mazid dan ruang lingkupnya
- Fi’il Ruba’i Mujarrod dan Mulhaq serta ruang lingkupnya
- Fi’il Ruba’i Mazid dan ruang lingkupnya
- Fi’il Madli mabni ma’lum dan majhul, dan Hamzah washol sertaruang lingkupnya
- Bentuk Fi’il Mudlori’ mabni ma’lum dan majhul
- Bentuk Fiil Amar Hadlir, Isim Fail, Sifat Musabbahat, Isim Maf’ul dan Isim Mubalaghoh
- Tashrif lughowidan lafadz bina' shohih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar